Senin, 01 Desember 2014

BERTUHAN TANPA AGAMA, MENUMBUHKAN SEMANGAT UNIVERSAL BROTHERHOOD.

Anggapan salah yang sering berkembang dikalangan masyarakat bergama dewasa ini yang menyatakan bahwa untuk menemukan Tuhan seseorang harus beragama. Akibat dari stigma ini adalah sikap merasa paling benar. Tuhan sebagai symbol kebenaran universal hanya dapat ditemukan oleh agama. Sedangkan tanpa agama atau agama yang salah kita tak bisa menemukan Tuhan. Jika kita lihat di beberapa bagian di dunia, konsep seperti ini sudah membuat banyak orang justru tak memiliki nilai-nilai ketuhanan. Mengapa? Karena mereke menempatkan Agama sebagai superior dan Tuhan sebagai Inferior. Tuhan membutuhkan Agama untuk terjelaskan, dan penjelasan tentang agama pun terkadang sangat tidak ilmiah. Maka Tuhan menjadi sosok yang sangat tidak rasional dan subjektif
Akhirnya muncul kelompk-kelompok yang kemudian menyatakan dirinya sebagai pembela agama dengan cara menginjak-injak nilai-nilai kebenaran ilahiah. Lalu dimana seharusnya seseorang menemukan Tuhan, dan dengan apa menemukannya?
Jika kita mau merunutkan, maka keberadaan Tuhan dengan agama lebih dahulu Tuhan. Maka agama tidak bisa menjelaskan tentang tuhan. Jika engkau bertemu dengan seorang kakek, ayah dan anak. Maka yang paling mengerti dan layak dimintakan pendapat tentang bagaimana sifat si ayah yaitu kakek bukan si anak. Mengapa? Karena keberadaan dan yang melingkupi lebih dominan kakek ketimbang anak. Dan ingat pula keberadaan agama sebagai fasilitator keterbatasan manusia untuk memahami Tuhan. Bukan alat menjustifikasi benar salah kafir atau muslim seseorang. Maka jika Tuhan engkau jelaskan dengan agama maka  akan terjadi penafsiran-penafsiran yang tidak rasional. Maka munculah asumsi dan keterikatan emosi yang tak berdasar.
Ketika cara pandang ini berubah, bahwa posisi Tuhan lebih tinggi dari agama, maka agama tak lagi menjadi satu-satunya jalan untuk mengenal Tuhan. Karena jika hanya melalui agama Tuhan itu terjelaskan maka seyogyanya Tuhan itu terbatas.
Keyakinan ini memunculkan stigma baru, bahwa agama tidak laGi menjadi hal yang penting untuk seseorang memiliki ketuhanan. Karena sifat ilahiah sudah ada sebagai konsekuensi logis peniupan ruh dalam diri manusia.
Konsep universal brotherhood berangkat dari konsep bahwa semua manusia diciptakan dari Tuhan yang sama, walaupun dalam perjalannnya menempuh jalan (agama) yang berbeda. Kesadaran bahwa Allah/ Tuhan sebagai tujuan Utama (mardhotillah) akan berakbat bahwa selama diciptakan dari Tuhan yang sama, maka sesungguhnya kita bersaudara, dan iktan kepersaudaraannya lebih kuat. Karena sesungguhnya diikat oleh seseatu yang abadi, tak berawal dan tak berakhir.
Akhirnya universal brotherhood dapat saya tafsirkan sebagai pengakuan sebagai saudara seTuhan. Pernyataan bahwa sesama umat manusia kita bersaudara, tidak membuat kita pada akhirnya membenarkan seluruh agama. Karena agama harus dibangun atas sebuah rasionalisme yang ilmiah, maka jelas konsep benar salah akan tetap diterrapkan. Akan tetapi jangansampai kesemuanya itu menghilangkan status bahwa seseorang yang beragama yang berbeda dengan kita bukan saudara seTuhan kita, yang posisinya sangat mulia dimata kita.

Menurut saya inilah yang sesungguhnya yang dikatakan sebagai sebenar-benarnya UKHWAH ISLAMIAH. Kebersamaan dengan disarkan dengan nilai-nilai islami. Bukan hanya kebersamaan yang didasarkan dengan kesamaan, sama-sama agama islam.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;