Anggapan salah yang
sering berkembang dikalangan masyarakat bergama dewasa ini yang menyatakan
bahwa untuk menemukan Tuhan seseorang harus beragama. Akibat dari stigma ini
adalah sikap merasa paling benar. Tuhan sebagai symbol kebenaran universal
hanya dapat ditemukan oleh agama. Sedangkan tanpa agama atau agama yang salah
kita tak bisa menemukan Tuhan. Jika kita lihat di beberapa bagian di dunia, konsep
seperti ini sudah membuat banyak orang justru tak memiliki nilai-nilai
ketuhanan. Mengapa? Karena mereke menempatkan Agama sebagai superior dan Tuhan
sebagai Inferior. Tuhan membutuhkan Agama untuk terjelaskan, dan penjelasan
tentang agama pun terkadang sangat tidak ilmiah. Maka Tuhan menjadi sosok yang
sangat tidak rasional dan subjektif
Akhirnya muncul
kelompk-kelompok yang kemudian menyatakan dirinya sebagai pembela agama dengan
cara menginjak-injak nilai-nilai kebenaran ilahiah. Lalu dimana seharusnya
seseorang menemukan Tuhan, dan dengan apa menemukannya?
Jika kita mau merunutkan,
maka keberadaan Tuhan dengan agama lebih dahulu Tuhan. Maka agama tidak bisa
menjelaskan tentang tuhan. Jika engkau bertemu dengan seorang kakek, ayah dan
anak. Maka yang paling mengerti dan layak dimintakan pendapat tentang bagaimana
sifat si ayah yaitu kakek bukan si anak. Mengapa? Karena keberadaan dan yang
melingkupi lebih dominan kakek ketimbang anak. Dan ingat pula keberadaan agama
sebagai fasilitator keterbatasan manusia untuk memahami Tuhan. Bukan alat
menjustifikasi benar salah kafir atau muslim seseorang. Maka jika Tuhan engkau
jelaskan dengan agama maka akan terjadi
penafsiran-penafsiran yang tidak rasional. Maka munculah asumsi dan keterikatan
emosi yang tak berdasar.
Ketika cara pandang ini
berubah, bahwa posisi Tuhan lebih tinggi dari agama, maka agama tak lagi
menjadi satu-satunya jalan untuk mengenal Tuhan. Karena jika hanya melalui agama
Tuhan itu terjelaskan maka seyogyanya Tuhan itu terbatas.
Keyakinan ini
memunculkan stigma baru, bahwa agama tidak laGi menjadi hal yang penting untuk
seseorang memiliki ketuhanan. Karena sifat ilahiah sudah ada sebagai
konsekuensi logis peniupan ruh dalam diri manusia.
Konsep universal
brotherhood berangkat dari konsep bahwa semua manusia diciptakan dari Tuhan
yang sama, walaupun dalam perjalannnya menempuh jalan (agama) yang berbeda. Kesadaran
bahwa Allah/ Tuhan sebagai tujuan Utama (mardhotillah) akan berakbat bahwa
selama diciptakan dari Tuhan yang sama, maka sesungguhnya kita bersaudara, dan
iktan kepersaudaraannya lebih kuat. Karena sesungguhnya diikat oleh seseatu
yang abadi, tak berawal dan tak berakhir.
Akhirnya universal
brotherhood dapat saya tafsirkan sebagai pengakuan sebagai saudara seTuhan. Pernyataan
bahwa sesama umat manusia kita bersaudara, tidak membuat kita pada akhirnya
membenarkan seluruh agama. Karena agama harus dibangun atas sebuah rasionalisme
yang ilmiah, maka jelas konsep benar salah akan tetap diterrapkan. Akan tetapi
jangansampai kesemuanya itu menghilangkan status bahwa seseorang yang beragama
yang berbeda dengan kita bukan saudara seTuhan kita, yang posisinya sangat
mulia dimata kita.
Menurut saya inilah
yang sesungguhnya yang dikatakan sebagai sebenar-benarnya UKHWAH ISLAMIAH. Kebersamaan
dengan disarkan dengan nilai-nilai islami. Bukan hanya kebersamaan yang
didasarkan dengan kesamaan, sama-sama agama islam.
0 komentar:
Posting Komentar